Ade Noerwenda – Hotelier, alumnus Program MM-Sustainability Universitas Trisakti
Apa yang Anda jadikan pertimbangan saat memutuskan untuk tinggal di satu hotel? Harganya, lokasinya, reputasi hotel atau fasilitasnya? Biasanya alasan harga dan lokasi yang sering disebutkan oleh para tamu ketika memilih sebuah hotel, kecuali pada saat tamu menginap untuk kedua kalinya, alasan yang disebutkan adalah karena pelayanannya.
Dibalik dinding kamar, fasilitas hotel dan pelayanannya yang ramah, manajemen dan pemilik hotel sering dipusingkan dengan berbagai macam situasi dan tuntutan operasional hotel, selain untuk membuat hotelnya menjadi yang terbaik, terlaris, tetapi juga efisien dari sisi operasional.
Biaya yang paling tinggi, salah satunya adalah di bagian biaya energi, yaitu untuk pembayaran listrik, BBM dan air. Berdasarkan data dari United Nation World Tourism Organisation (UNWTO) hotel dan tipe akomodasi sejenis menghasilkan 2% dari 5% emisi CO2 yang dihasilkan oleh sektor pariwisata global. Sektor hotel memang merupakan penggerak terbesar industri pariwisata dalam penyerapan tenaga kerja dan penghasil ekonomi. Namun, sektor hotel merupakan sektor yang paling tinggi penggunaan energinya, sehingga hotel seharusnya sangat mempertimbangkan program pembangunan berkelanjutannya (sustainability).
Mengajak tamu untuk tidak mencuci handuk atau mengganti sprei setiap hari, menggunakan kunci pintu yang bisa menghidupkan dan mematikan lampu secara otomatis, menggunakan dispenser untuk sampo dan sabun atau menggunakan air bekas untuk menyiram tanaman adalah usaha hotel dalam menghemat energi dan melindungi lingkungan. Hotel-hotel yang memiliki program ramah lingkungan seperti ini, di ASEAN disebut sebagai Green Hotel.
Betapa pentingya isu perlindungan lingkungan di hotel, sudah dicantumkan juga di Global Code of Ethics for Tourism dari UNWTO (2011) di Pasal 3 yang menyebutkan bahwa :
- Seluruh pemangku kepentingan dalam pengembangan pariwisata harus menjaga lingkungan alamnya dengan tujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkesinambungan sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi saat ini dan yang akan datang.
- Seluruh bentuk pengembangan pariwisata yang membantu menghemat sumber daya alam yang berharga dan langka, khususnya air dan energi, serta yang berusaha untuk mengurangi produksi sampahnya, haruslah didukung dan diberi prioritas oleh pemerintah lokal, regional dan nasional.
Di tingkat ASEAN, kode etik pariwisata tersebut dijabarkan dalam ASEAN Tourism Standard. Pada tahun 2007, sepuluh negara anggota ASEAN: Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam setuju untuk membuat sebuah standarisasi di bidang pariwisata untuk membantu ASEAN menjadi quality single destination.
Ada enam aspek yang disetujui sebagai ASEAN Tourism Standards (ATS):
- Green Hotel (hotel ramah lingkungan).
- Food and Beverage Service (pelayanan makanan dan minuman).
- Public Restroom (toilet umum).
- Home stay.
- Ecotourism.
- Tourism Heritage (pariwisata cagar budaya).
Green Hotel, menurut ASEAN Tourism Standar adalah hotel yang ramah lingkungan dan mempraktekkan penghematan energi. ASEAN Green Hotel Standard (AGHS) menjabarkan apa kriteria dari Green Hotel dan syarat-syarat untuk mencapai kriteria tersebut. Hotel diberi panduan yang detail akan praktek hijau yang harus dilakukan.
Sebuah hotel dikatakan sebagai Green Hotel jika memenuhi kriteria berikut:
- Kebijakan dan praktek lingkungan dalam operasional hotel.
- Penggunaan green products.
- Bekerja sama dengan organisasi dan masyarakat lokal.
- Pengembangan human resources.
- Pengelolaan limbah padat.
- Efisiensi energi.
- Efisiensi air.
- Pengelolaan kualitas udara (indoor dan outdoor)
- Kontrol polusi suara.
- Pengelolaan dan perawatan limbah air.
- Pengelolaan zat beracun dan kimia.
Jika hotel sudah mengambil inisiatif untuk peduli terhadap lingkungan, apa yang diberikan oleh pemerintah? Hotel yang melaksanakan prinsip AGHS, diberi penghargaan Green Hotel Award oleh Kementerian Pariwisata. Penghargaan ini ada dua level, yang pertama untuk tingkat Indonesia saja, Indonesia Green Hotel Award, dan untuk tingkat ASEAN adalah ASEAN Green Hotel Award. Penghargaan ini pertama kali dilakukan pada tahun 2008, dan diberikan setiap dua tahun sekali.
Diharapkan dengan adanya penghargaan, akan ada lebih banyak Green Hotel di Indonesia. Sebagai gambaran, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah hotel di Indonesia pada tahun 2015 adalah 12.508 yang terdiri dari hotel berbintang 2.197 dan hotel non-bintang 10.311. Kementerian Pariwisata memberi 20 hotel Indonesia Green Hotel Award pada tahun 2015. Dari 20 hotel tersebut, 10 hotel terbaik dipilih untuk mewakili Indonesia ke tingkat ASEAN. Hotel-hotel yang bisa mendapatkan penghargaan Green Hotel, patut merasa bangga dan berani mengomunikasikan pencapaiannya.
Green Hotel membawa kebaikan terhadap keberlanjutan bisnis hotel, karena dampak akibat bisnisnya dikelola dengan baik, selalu melibatkan masyarakat lokal, melindungi para tamu dari paparan bahan kimia yang berlebihan dan mengembangkan keterampilan karyawannya. Hotel-hotel ini tidak perlu direpotkan dengan adanya business disruption akibat demonstrasi yang dilakukan masyarakat karena sumber air mereka mengering atau terpapar limbah hotel, hotel harus ditutup karena tidak memenuhi persyaratan AMDAL, hotel harus membayar kompensasi kepada masyarakat karena polusi suara mesin dieselnya dan dampak negatif yang lainnya.
Berkat dukungan yang diterima dari tamu, masyarakat dan pemilik hotel, Green Hotel idealnya bisa lebih maju dibandingkan hotel biasa karena memiliki faktor pembeda dan keunikan dibandingkan hotel-hotel lain di Indonesia.
Bisa disimpulkan bahwa Green Hotel itu adalah bentuk dari CSR di industri perhotelan. Jika ingin berhasil, pelaksanaannya sudah harus dilakukan sejak fase pembangunan hotel. Bukan sesudah hotel dibangun baru dipikirkan bagaimana menghemat energinya, karena CSR adalah investasi jangka panjang dan strategi bisnis.
Ade Noerwenda
Hotelier, alumnus Program MM-Sustainability Universitas Trisakti