Dr. Maria R. Nindita Radyati – Majalah Real Estate Indonesia, Desember 2016
Pemahaman yang salah tentang CSR bahwa CSR hanya ditujukan untuk pihak luar perusahaan dan hanya berupa donasi atau bantuan kedermawanan lainnya harus segera diubah menjadi yang benar.
CSR yang benar adalah menjalankan bisnis yang bertanggung-jawab atas dampak dari keputusan dan kegiatan bisnis di sepanjang value chain. Artinya CSR yang benar adalah dimulai dengan tanggung-jawab kepada pemasok, menggunakan proses produksi yang benar, sampai dengan mengolah limbah dan bertanggung-jawab kepada para konsumen.
Dampak
Kegiatan bisnis konstruksi mempunyai dampak signifikan kepada pembangunan berkelanjutan. Dampak negatif dapat mempengaruhi ketersediaan air tanah, pemanfaatan lahan, emisi gas rumah kaca, sistim transportasi, serta tidak langsung kepada komunitas dan kesehatan masyarakat. Pada saat perusahaan membangun, pasti banyak polusi yang dihasilkan, misalnya debu dan kebisingan. Selain itu sering timbul macet karena lalu lintas kendaraan pengangkut material.
Selain itu, terdapat hasil studi dari Jones et al. (2006) dan Lingard et al. (2008) menunjukkan bahwa para karyawan perusahaan konstruksi kurang mempunyai keluwesan pada saat berhubungan dengan komunitas. Jika semua hal tersebut di atas dibiarkankan oleh perusahaan konstruksi maupun pengembang, akan ada risiko masyrakat marah dan tidak ingin perusahaan melanjutkan kegiatannya di sana. Dengan kata lain, masyarakat tidak memberikan license to operate. Tentunya hal iniberbahaya bagi keberlanjutan bisnis usahaan.
Solusi melalui CSR
Dalam konsep responsible business; perusahaan kontraktor harus bertanggung jawab atas dampak negatif tersebut di atas melalui CSR. Bebernpa tindakan CSR yang dapat dilakukan adalah: mencegah perilaku yang kurang menyenangkan dari para tukang atau pekerja konstruksi kepada masyarakat di lingkungan sekitar pembangunan dan menerapkan SOP prilaku yang etis kepada mereka. Menjaga kebersihan di lingkungan konstruksi dengan monitoring yang ketat, sehingga tidak mengganggu penduduk sekitar. Jalan yang telah dilewati oleh truk-truk juga perlu dipastikan tidak kotor, sehingga roda truk harus bersih terlebih dahulu sebelum melewati daerah pemukiman di sekitar konstruksi.
Tanggung jawab sosial internal yang dapat dilakukan dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja, kondisi kerja, jam kerja overtime, jumlah kecelakaan kerja, dan penyakit di tempat kerja. Selain itu perusahaan juga harus mempersiapkan aturan untuk para vendor atau supplier agar tidak bekerja secara ceroboh sehingga mengganggu penduduk sekitar dan berakibat merusak reputasi perusahaan pengembang maupun kontrak-tor. Itu semua merupakan strategi mitigasi risiko melalui kegiatan CSR.
Komite CSR
Oleh karena kegiatan CSR yang benar, seperti contoh di atas, tidak hanya kegiatan untuk para pemangku kepentingan eksternal serta melibatkan banyak departemen di dalam perusahaan, maka sebaiknya perusahaan membentuk Komite CSR, dengan seorang koordiantor CSR. Komite ini bertanggung jawab langsung kepada CEO. Anggota komite adalah seluruh departemen dalam perusahaan. Tugas utama mereka adalah mengidentifikasikan dampak negatif dari kegiatan masing-masing departemen dan melakukan risk assessment. Selanjutnya komite harus mengidentifikasikan prioritas risiko, dimana jika risiko tersebut menjadi kenyataan (menjadi issue), maka dapat menghentikan kegiatan operasi perusahaan. Tugas perencanaan terakhir adalah Komite CSR harus mengusulkan kegiatan CSR untuk memitigasi risiko utama tersebut. Dengan demikian CSR dapat menjadi investasi strategis bisnis.